Selasa, 03 September 2013

Perjalanan Hidup bersama Allah 2

Download Ebook 
Perjalanan Hidup bersama Allah 2.pdf

Kisah masa lalu terkadang asyik diikuti, dikenang, dan diperdengarkan. Sebagai 'ibrah. Sebagai pelajaran. Ketika pahit itu kenangan, kadang kita mengingatnya sudah dalam keadaan itu kenangan belaka. Ga lebih. Benarlah ungkapan arif kalau sudah begitu: Waktu akan menyembuhkan luka. Dan ketika kenangan manis yang terlintas, sedang kita barangkali dalam keadaan terluka, moga-moga bisa jadi penghibur duka pelipur lara. 

Kemaren sampe mana ya? He he he, sampe RANJANG BERDERIT ya?
Itu ranjang pengantin. Tapi ini ga ada kaitannya dengan film horor ya, he he. Ini ranjang pengantin kami.

11 Desember 1999 atau bertepatan dengan 3 Ramadhan, kami melangsungkan akad nikah. Kami berangkat ke Bogor. Ke guru saya. Minta dipersaksikan oleh beliau. Yang menikahkan adalah wali dari Maemunah, istri saya. Saya dipertemukan dan diperkenalkan oleh Allah dalam keadaan istri saya baru beberapa pekan menjadi yatim. Maemunah, 14 tahun saat itu, dan sedang duduk di bangku SMP kelas 3.
Pulang dari Bogor sudah jam 23 lebih. Hampir jam 24 malah.



Setibanya di rumah mertua perempuan (udah jadi mertua, he he he), mertua perempuan langsung masuk kamar. Saat itu saya bingung. Mau kemana ya? He he. Bingung, apa pura-pura bingung? Engga, bingung beneran koq. Saat itu saya duduk di depan ruang tv yang ga bisa disebut ruang tv pada kebanyakannya. Tapi subhaanallaah walhamdulillah. Keadaan itu jauh jauh lebih saya syukuri ketimbang saya di sel dulu. Mertua perempuan masuk kamar. Maemunah, yang saat itu sudah jadi istri saya, juga masuk kamar. Lah? Tinggal saya sendirian di ruang tamu.

Lagi mikirin "nasib", he he, tiba-tiba Maemunah keluar dari kamarnya bawa bantal. Ya, bawa bantal. Saya tanya, "Mau kemana De?" "Mau tidur," jawab Maemunah. Tidur di mana? Tanya saya. Tidur sama emak, jawabnya lagi. Ha ha, saya spontan jawab, koq tidur sama emak? Tidur sama Kaka lah. Kan udah jadi istri Kaka.



Asli. Saat itu saya lihat mukanya Maemunah kayak kebingungan. Jangan samain anak perempuan sekarang dengan beliau ya. Anak sekarang mah umur 10 tahun udah gede banget. Gede kelakuannya, he he he. Anak-anak belasan tahun sekarang sudah nenteng-nenteng majalah kosmo dan majalah-majalah gaul lainnya. Lebih cepat dewasanya. Maemunah mah beda. Beliau anak perempuan kampung yang asli sederhana. Sampe sekarang beliau ga berubah.

Didikan ayah ibunya, jam 3-an udah bangun. Shalat tahajjud, zikir-zikir sebentar, dan kemudian menanak nasi, memasak air, dan memulai kerjaan bersih-bersih. Wuah kayak di film-film zaman dulu deh.
Maemunah yang ga suka nonton TV, dari dulunya sampe sekarang, jelas seumurannya ya masih belia sekali. Ditambah dulu itu sinetron ga kayak sekarang. Maka ketika saya todong: Koq tidur sama emak? Ya sama Kaka lah... He he, wajahnya kebingungan. (Bersambung) # eeeiiittt...!!! Koq bersambung lagi? Cerita Ranjang Berderit belom diceritain? Iya. Ntar sekalian. Bersambung dulu ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar